Jakarta, Indonesia – 23 April 2025
Dalam momentum peringatan Hari Buku Sedunia, Partai Pelita melalui Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Ari Chandra Kurniawan, mengusulkan langkah strategi untuk mendorong minat baca dan meningkatkan literasi nasional: penghapusan pajak bagi penulis dan buku.
Dalam pernyataannya, Ari menekankan pentingnya akses buku yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. “Literasi adalah landasan kemajuan bangsa. Kami mendorong pemerintah menghapus pajak atas royalti penulis dan penjualan buku. Harga buku harus bisa dijangkau oleh masyarakat luas agar budaya membaca tumbuh subur,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/4).
Harga Buku Mahal, Minat Baca Rendah
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam bidang literasi. Berdasarkan data UNESCO dan survei World’s Most Literate Nations, tingkat literasi Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara lain. Pada tahun 2023, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal minat baca, berada pada tingkat satu di atas Botswana.
Lebih lanjut, menurut data Perpusnas, hanya sekitar 1 dari 1.000 orang Indonesia yang mengaku membaca buku secara rutin. Hal ini diperparah dengan tingginya harga buku di Indonesia yang tidak sebanding dengan daya beli masyarakat. Sebuah buku fiksi rata-rata dijual dengan harga Rp90.000 hingga Rp150.000, sedangkan upah minimum per jam di beberapa wilayah hanya berkisar Rp15.000–Rp20.000. Ini berarti seseorang harus bekerja sekitar 6–10 jam hanya untuk membeli satu buku.
Sebagai perbandingan, di negara seperti Inggris dan Jerman, dengan harga buku rata-rata 10–15 Euro dan upah minimum lebih dari 11 Euro per jam, seorang pekerja hanya perlu bekerja satu hingga dua jam untuk membeli sebuah buku.
“Buku Selamanya tetap menjadi barang mewah, jangan heran kalau angka literasi kita stagnan. Pajak buku adalah hambatan struktural bagi demokratisasi pengetahuan,” tambah Ari Chandra Kurniawan.
Usulan Kebijakan: Investasi Jangka Panjang
Partai Pelita menyatakan bahwa kebijakan ini bukan semata-mata soal ekonomi, tapi investasi jangka panjang dalam kualitas sumber daya manusia. Mereka juga memberikan kontribusi pajak bagi penulis sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi mereka terhadap budaya dan pendidikan bangsa.
Pakar ekonomi pendidikan dari Universitas Indonesia, Dr. Retno Wulandari, menyambut baik usulan ini. “Jika pemerintah serius dengan peningkatan kualitas pendidikan dan literasi, kebijakan fiskal harus diarahkan untuk mendukungnya. Menghapus buku pajak adalah langkah konkret yang bisa segera dilakukan,” ujarnya kepada CNN Indonesia.
Saat ini, PPN atas buku di Indonesia berkisar 11%, sementara royalti penulis juga dikenakan pajak progresif. Hal ini membuat ekosistem perbukuan nasional kurang kondusif, terutama bagi penulis-penulis muda dan penerbit independen.
Menanti Tindak Lanjut Pemerintah
Dengan Hari Buku Sedunia sebagai momentum refleksi, usulan Partai Pelita ini diharapkan menjadi pemicu diskusi kebijakan di tingkat nasional. Sejumlah komunitas literasi dan penerbit telah menyatakan dukungan mereka terhadap inisiatif ini, berharap pemerintah mengambil langkah progresif untuk membebaskan buku dari beban pajak.
“Buku seharusnya menjadi jendela dunia, bukan barang mewah. Saatnya negara hadir dalam mendobrak hambatan akses terhadap ilmu pengetahuan,” pungkas Ari.