RASIONALIS.COM JAKARTA — Ketua Umum DPP Partai Pelita, Ari Chandra Kurniawan, melontarkan kritik tajam terhadap maraknya kerusakan mental dan karakter bangsa yang dinilai semakin mengkhawatirkan. Dalam pernyataannya, Ari menekankan bahwa upaya pembangunan karakter tidak cukup hanya melalui pendidikan moral atau kampanye, tetapi juga harus disertai dengan tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang secara aktif merusak nilai-nilai tersebut.
“Kita terlalu fokus pada pendidikan karakter tanpa menindak tegas para perusak karakter bangsa. Ini ibarat menimba air di kapal bocor,” ujar Ari dalam konferensi persnya di Jakarta, Sabtu (26/4).
Ia menyoroti sejumlah faktor utama yang dinilainya sebagai akar dari degradasi moral bangsa, termasuk konten-konten negatif di media sosial, penyebaran hoaks, kebencian, kebencian, adu domba politik, serta maraknya konten asusila yang tak terkendali. Menurutnya, pelaku penyebaran konten semacam itu harus dikenakan sanksi tegas agar memberi efek jera dan menciptakan ruang digital yang sehat.
“Konten-konten destruktif ini menciptakan ekosistem yang membuat generasi muda kehilangan arah. Jika tidak terkendali, kita akan kehilangan kesempatan emas menuju Indonesia Emas 2045,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ari mengusulkan penguatan terhadap lembaga sensor film. Ia menilai, sensor selama ini hanya berlaku di bioskop, sementara platform berbayar seperti Netflix dan layanan OTT lainnya leluasa menayangkan konten tanpa filter.
“Kita memerlukan lembaga sensor yang juga menjangkau platform berlangganan digital, bukan hanya bioskop. Kontennya masuk langsung ke rumah, ke ponsel anak-anak, dan tidak bisa dibiarkan begitu saja,” ujarnya.
Sebagai langkah preventif, Ari juga membentuk Lembaga Sensor Media Sosial yang bertugas mengawasi dan menyaring konten-konten digital agar lebih mencerminkan nilai-nilai positif, inspiratif, dan membangun optimisme nasional.
“Konten adalah konsumsi mental. Kalau yang dikonsumsi setiap hari adalah hal-hal negatif, maka bangsa ini akan tumbuh dalam pesimisme dan krisis identitas,” katanya.
Gagasan ini muncul di tengah kekhawatiran luas tentang masa depan generasi muda Indonesia dan kesiapan mereka menyambut bonus demografi menuju tahun 2045. Ari menutup pernyataannya dengan mengajak seluruh elemen bangsa untuk tidak hanya fokus membangun, tetapi juga menjaga dan melindungi karakter bangsa dari masuknya nilai-nilai destruktif.