(Antara Istanbul, Jeddah, dan Jakarta)
Beberapa bulan telah berlalu sejak musim haji itu berakhir. Tapi jejaknya masih menempel di hati. Kelima sahabat kini benar-benar tersebar di tiga negara, mengurus perusahaan lintas benua yang tumbuh cepat: hotel, restoran, pelatihan spiritual, dan layanan umrah haji-eksklusif untuk kalangan milenial dan keluarga muda.
Mereka menyebut proyek besar ini:
Homsa Global
(Lima Jalan Satu Tujuan)
Turki: Yudis dan Kabar yang Menampar
Yudis sedang memimpin tim renovasi restoran cabang baru di Bursa, kota kecil yang mulai banyak dikunjungi wisatawan Muslim. Ia duduk di sudut ruangan bersama arsitek lokal, ketika notifikasi WhatsApp masuk dari Gofur, pemilik Bakso Mang Oedin Jeddah.
“Assalamu’alaikum Kanda Yudis.
Kamu masih ingat Samiya?
Ada yang perlu kamu tahu… cepat hubungi aku.”
Jantung Yudis berdegup tak menentu. Ia langsung menekan tombol call.
“Kanda… Samiya katanya akan dijodohkan dengan putra sahabat almarhum ayahnya. Orangnya sopan, katanya dari keluarga Arab terpandang.”
Yudis terdiam.
“Ibunya enggak terlalu setuju. Kakaknya netral. Tapi proses itu kayaknya sudah mulai dijajaki.”
Jakarta: Iskandar dan Ketukan Kesempatan
Iskandar sedang menyusun storyboard untuk film dokumenter bertema “Haji Muda, Bersaudara Sampai Surga“. Di tengah sesi editing, ia mendapat panggilan dari produser sebuah platform streaming internasional. Mereka tertarik menjadikan kisah Manasik Cinta sebagai serial pendek.
“Ji, ini bisa jadi ladang untuk dakwah dan binsis yang lebih luas,” kata Randito, saat mendengar kabar itu. “Cerita kita ini nyata, dan orang butuh tahu bahwa ada Manasik Cinta.”
Iskandar mengangguk. Dalam hatinya, ia tahu bahwa film ini bukan hanya tentang Yudis. Tapi tentang semua orang yang pernah diam-diam mencintai dalam diam yang syar’i dan tentang perjalanan cinta yang teruji.
Jeddah: Kamil dan Tawaran Besar
Di Arab Saudi, Kamil menghadiri pertemuan investor dari Qatar dan UEA yang tertarik mengembangkan lini hotel dan restoran di Makkah dan Madinah. Tawaran itu besar. Tapi mereka mensyaratkan akuisisi saham mayoritas.
Kamil menolak dengan sopan. “Kami bukan sekadar mencari keuntungan. Kami membawa misi. Kami ingin generasi muda Muslim dunia merasakan bahwa bisnis juga bisa menjadi ibadah dan berdampak sosial.”
Para investor hanya bisa diam. Mereka tidak menyangka CEO muda dari Balikpapan ini begitu kokoh dalam prinsip.
Kembali ke Istanbul: Yudis Menimbang
Yudis menggelar sajadah di balkon lantai tiga restorannya. Angin musim gugur menyentuh wajahnya saat ia membaca pesan ulang dari Gofur. Ia belum membalas apa-apa. Belum juga bicara ke Iskandar atau Randito. Ia hanya menyendiri.
Lalu ia buka kembali catatan pribadinya. Di halaman paling belakang, ada doa yang pernah ia tulis selepas thawaf terakhir di Makkah:
“Ya Allah, jika Engkau ridha aku menunggu,
maka buatlah aku kuat.
Tapi jika Engkau ridha aku melepas,
maka buatlah aku ikhlas.”
Pagi itu, ia mengirim pesan singkat ke Bu Najwa:
“Bolehkan saya bicara baik-baik, Bu?
Bukan untuk menuntut,
tapi untuk memastikan bahwa saya bukan sekadar diam tanpa niat.”