“Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang bukan darinya, maka ia tertolak.” — (Bukhari dan Muslim)
Musim haji bukan hanya menjadi momentum ibadah akbar, tetapi juga menjadi cermin kondisi umat. Di balik gegap gempita niat suci menunaikan rukun Islam kelima, ada praktik-praktik ibadah yang mulai melenceng dari ruh syariat — salah satunya adalah praktik badal haji yang menyimpang dari ketentuan.
Badal Haji, Solusi Syar’i atau Lahan Komersialisasi?
Secara syar’i, badal haji adalah bentuk kasih sayang: ibadah haji yang dilakukan oleh seseorang untuk orang lain yang telah wafat atau secara permanen tidak mampu berhaji karena sakit atau usia renta. Nabi Muhammad ﷺ sendiri pernah membenarkan badal haji dengan syarat-syarat yang ketat, salah satunya adalah bahwa pelaksana badal haji harus sudah menunaikan haji untuk dirinya sendiri terlebih dahulu.
Namun dalam praktiknya, terutama di kalangan jamaah Indonesia, terjadi pelonggaran hingga pembiaran. Bahkan, kini berkembang fenomena yang bisa kita sebut sebagai “Industri Badal Haji” — di mana ibadah suci ini dipaketkan secara massal, dikelola oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab, dan kerap tanpa pengawasan otoritas keagamaan resmi.
Modus-Modus Penyimpangan yang Marak
1. Badal Haji Massal Tidak Transparan
Puluhan hingga ratusan nama dimasukkan dalam daftar badal, namun hanya ada satu orang yang secara fisik berada di Makkah. Bagaimana mungkin satu orang bisa menggantikan haji untuk 50–100 nama sekaligus dalam satu musim?
2. Tarif Badal Murah Tak Masuk Akal
Modus ini kerap menarik korban dengan harga murah, bahkan di bawah Rp 10 juta. Padahal, biaya hidup di Makkah saja tak cukup untuk satu pekan. Jika murah, siapa yang menanggung biaya tenda, transportasi, dan kebutuhan selama haji?
3. Tanpa Rukun dan Manasik Haji yang Sah
Beberapa badal haji hanya sebatas pembacaan niat, tanpa pelaksanaan thawaf, wukuf, dan sa’i yang sah. Ada pula yang hanya ikut mutawif atau rombongan, tanpa niat atau tata cara badal yang sesuai sunnah.
4. Sertifikat Palsu dan Manipulatif
Untuk meyakinkan keluarga jamaah yang dibadalkan, dibuatlah sertifikat badal haji yang meyakinkan — lengkap dengan nama, tanggal, dan cap palsu. Padahal tak ada lembaga resmi yang mengakui keabsahannya.
5. Pihak yang Menerima Uang Tapi Tak Berhaji
Ini yang paling parah: uang diterima, janji dilontarkan, namun orang yang seharusnya melaksanakan badal ternyata tak berada di Tanah Suci. Ini murni penipuan, dan tentu saja, dosa besar.
Korban: Antara Niat Baik dan Kurangnya Edukasi
Korban praktik ini sering kali adalah keluarga jamaah lansia yang wafat sebelum sempat berhaji. Dengan niat baik dan cinta, mereka ingin “menghajikan” orang tuanya lewat badal. Namun ketidaktahuan membuat mereka menjadi target empuk penipuan.
Beberapa di antara mereka bahkan merasa telah “beramal”, tak menyangka bahwa uang yang mereka keluarkan hanya masuk ke kantong oknum yang memanfaatkan momen religius untuk keuntungan pribadi.
Fatwa dan Sikap Ulama
Mayoritas ulama sepakat bahwa badal haji hanya sah:
Jika yang dibadalkan telah wafat atau sakit menahun yang tak ada harapan sembuh.
Jika yang membadalkan sudah pernah haji sendiri.
Jika dilakukan sesuai rukun haji lengkap.
Syekh Dr. Abdullah Al-Mutlaq (anggota Hai’ah Kibarul Ulama Arab Saudi) pernah mengingatkan bahwa:
“Tidak sah badal haji oleh orang yang belum berhaji untuk dirinya, dan tidak benar badal haji massal yang dilakukan dengan cara yang tak jelas.”
Pernyataan ini senada dengan pendapat Lajnah Daimah (Komisi Fatwa Tetap Kerajaan Saudi) yang menolak praktik badal haji massal komersial yang tidak sah.
Ibadah Jangan Dipalsukan, Akal Sehat Jangan Ditinggalkan
Rasionalis.com mengajak umat Islam untuk tidak buta dalam beribadah. Jangan hanya karena ingin “menghajikan orang tua” atau karena merasa berdosa belum sempat, lalu menyerahkan uang kepada siapapun yang mengaku bisa melakukannya. Ibadah harus sah secara niat, tata cara, dan syarat.
Sebagaimana kita kritis dalam politik dan ekonomi, kita juga harus rasional dalam beragama. Jangan sampai ibadah suci justru menjadi komoditas murahan. Jangan sampai kita niat menghantarkan orang tua ke surga, tapi justru tertipu dan malah menyimpang dari tuntunan syariat.
Seruan Moral untuk Kaum Muslim Rasionalis
“Allah hanya menerima amalan yang ikhlas dan sesuai tuntunan Rasul-Nya.” (HR. Muslim)
Badal haji bukan solusi bagi semua kasus. Ia bukan shortcut. Ia adalah pengecualian, bukan jalan pintas. Karena itu, mari jaga kemurnian ibadah, dengan akal sehat dan pemahaman yang benar.
Bagi Anda yang ingin menghajikan orang tua atau kerabat yang sudah wafat, pastikan:
- Pilih pelaksana terpercaya, dengan rekam jejak jelas.
- Pastikan dia sudah haji sebelumnya.
- Minta dokumentasi yang benar dan logis.
- Jangan mudah percaya hanya karena ada sertifikat dan stempel.
Karena surga bukan untuk mereka yang sekadar niat baik — tapi untuk mereka yang menempuh jalan yang benar.
Jika Anda ingin menyebarkan kesadaran ini, silakan sebarkan artikel ini. Jika Anda punya pengalaman atau laporan penyimpangan badal haji, silakan kirimkan ke redaksi Rasionalis.com. Mari kita jaga kejujuran dalam beragama — demi agama, demi akal sehat, demi Allah dan Rasulullah.