Rasionalis — Di saat rakyat Kabupaten Bogor menjerit karena tercekik harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, biaya pendidikan yang mencekik, Pembangunan infrasturktur yang belum merata hingga akses kesehatan & pendidikan juga yang belum merata di wilayah kabupaten bogor, DPRD Kabupaten Bogor justru memberi hadiah hanya untuk kepentingan mereka dirinya sendiri, kenaikan tunjangan fantastis hingga Rp 74,7 juta per bulan bagi anggota, dan Rp 91,5 juta untuk ketua DPRD.
Penghasilan Anggota DPRD di kabupaten bogor mendapatkan total Rp 74.706.750 per bulan, sedangkan Ketua DPRD bisa membawa pulang Rp 91.510.000 per bulan, Wakil Ketua DPRD Mencapai Rp 86.756.250, dan jika kita melihat lebih rincinya lagi yang justru menjadi lebih mirisnya, komponen terbesar dari pendapatan tersebut adalah untuk fasilitas pribadi yang nilainya sangat luar biasa, yang mana Komponen terbesar tersebut ialah berasal dari tunjangan perumahan Rp. 38.500.000,00 (tiga puluh delapan juta lima ratus ribu rupiah) per bulan, untuk para anggota DPRD, sebesar Rp. 44.500.000,00 (empat puluh empat juta lima ratus ribu rupiah) per bulan, untuk ketua DPRD, sebesar Rp. 43.500.000,00 (empat puluh tiga juta lima ratus ribu rupiah) per bulan untuk wakil DPRD, selain itu, juga ada tunjangan transportasi bagi Pimpinan dan Anggota DPRD sebesar Rp17.400.000,00 (tujuh belas juta empat ratus ribu rupiah) per bulan, Tunjangan Komunikasi Intensif Pimpinan dan Anggota DPRD sebesar Rp14.700.000,00 (empat belas juta tujuh ratus ribu rupiah) setiap bulan. Alokasi untuk tunjangan perumahan ini bahkan menyedot Rp 27,75 miliar per tahun dari APBD, adanya tunjangan untuk fasilitas pribadi yang jumlahnya sangat fantastis ini tak bukan ialah berdasarkan Perbup No. 44 Tahun 2023, dengan berdasarkan adanya perbup itulah justru menjadi jalan mulus dan karpet merah bagi para wakil rakyat DPRD kabupaten bogor.
Berdasarkan data BPS tahun 2024 jumlah penduduk miskin di Kabupaten bogor masih sangat besar, mencapai jumlah 446,8 ribu jiwa atau 7,05 % dari jumlah penduduk, Tak hanya itu, masa depan generasi penerus pun tampak suram. Kesulitan ekonomi memaksa puluhan ribu anak meninggalkan bangku sekolah, sementara mereka yang bertahan harus belajar di fasilitas yang tidak layak.
Selain itu juga Masih terlihat banyaknya bangunan sekolah yang sangat tidak layak di beberapa tempat dan wilayah di kabupaten bogor dan infrasturktur akses jalanan yang masih banyak ketimpangan dan masih banyak yang rusak bahkan kondisinya yang sudah tak lagi layak untuk dilintasi masyarakat, serta badai PHK menghantui para pekerja dan banyak lagi masalah-masalah yang memprihatinkan, dan juga jika kita melihat dan coba bandingkan dengan UMP di Jawa Barat yang hanya Rp2.191.232 juta per bulan. Itu pun masih jauh dari layak untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup masyarakat. Artinya, satu bulan tunjangan perumahan para anggota DPRD kabupaten bogor setara dengan 17 kali gaji buruh. Apakah pantas, ketika rakyat tengah berjuang menghemat pendapatannya untuk memenuhi kebutuhanya sehari-hari, tetapi wakil rakyatnya justru hidup dalam fasilitas dan tunjangan yang sangat mewah?
Dari sini juga kita bisa melihat kontras yang sangat Menyakitkan bagi rakyat di kabupaten bogor, dengan adanya ini justru menjadi simbol ketidakpekaan para wakil rakyat, beberapa tunjangan yang sangat fantastis ini bukan sekadar angka. Ia adalah simbol-simbol bahwa DPRD Kabupaten Bogor kurang peka terhadap membaca denyut penderitaan rakyat. ketika rakyat masih menunggu perbaikan infrastruktur pembangunan jalan yang belum merata juga pembangunan pendidikan, dan fasilitas kesehatan yang memadai, hingga jembatan yang sudah mulai mau ambruk di pelosok desa, para wakil rakyat ini justru malah mengamankan demi kenyamanan pribadinya.
Dengan begitu sederhana, lalu timbul lah sebuah pertanyaan yang mendasar, Di Mana Nurani mereka yang katanya mengaku sebagai Wakil Rakyat? Juga Pertanyaan yang menggelitik kita semua, untuk siapa mereka (DPRD) bekerja? Jika jawabannya untuk rakyat, maka logika sederhana seharusnya para wakil rakyat DPRD kabupaten bogor bisa melihat lebih jeli sesuai dengan realita masyarakat yang ada di kabupaten bogor, dengan mendahulukan kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya, bukan mempertebal tunjangan pribadi. lalu Jika memang jawabannya untuk perut sendiri karena itu ialah hasil dari jerih payahnya sebagai DPRD, maka jelas DPRD kabupaten bogor hanya menjelma sebagai simbol feodalisme modern, jauh dari rakyat, tapi dekat dengan kenyamanan dan tujuannya hanya untuk memperkaya diri sendiri tanpa adanya esensi untuk para rakyatnya sendiri.
Rakyat kabupaten bogor butuh DPRD yang bekerja keras untuk rakyatnya, bukan DPRD yang kerja keras untuk diri sendiri dan kepentingan pribadi, dengan menaikkan tunjangannya.