RASIONALIS.COM-
Pulau Bali, yang dikenal sebagai “Pulau Dewata,” telah lama menjadi destinasi wisata unggulan di Indonesia. Keindahan alamnya, budaya yang kaya, serta keramahan penduduknya menjadikannya magnet bagi wisatawan domestik maupun internasional. Namun, di balik pesonanya, terdapat kontroversi yang mengemuka terkait dampak pariwisata terhadap lingkungan. Meskipun pariwisata di Bali memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, dampak negatifnya terhadap keberlanjutan lingkungan tidak dapat diabaikan.
Banjir yang melanda Bali pada 10 September 2025 telah menimbulkan banyak pertanyaan mengenai penyebabnya. Banyak pihak mengaitkan bencana ini dengan perubahan iklim, namun ada juga yang menyalahkan kebijakan pembangunan yang tidak berkelanjutan. Penyebab utama banjir di Bali adalah kombinasi dari perubahan iklim yang semakin ekstrem dan pengelolaan sumber daya alam yang buruk.
Salah satu penyebab utama banjir di Bali adalah perubahan iklim yang menyebabkan curah hujan yang tidak terduga. Menurut laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan intensitas hujan di wilayah tropis, termasuk Bali. Data menunjukkan bahwa curah hujan di Bali meningkat hingga 30% selama tahun-tahun terakhir. Peningkatan ini berkontribusi pada banjir yang lebih sering dan lebih parah. Banjir yang terjadi pada 10 September 2025 adalah contoh nyata dari dampak perubahan iklim. Hujan deras yang turun dalam waktu singkat menyebabkan sungai-sungai meluap dan sistem drainase yang ada tidak mampu menampung volume air yang begitu besar. Dengan demikian, perubahan iklim merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam analisis penyebab banjir ini.
Selain perubahan iklim, pengelolaan sumber daya alam yang buruk juga berkontribusi pada terjadinya banjir. Pembangunan infrastruktur yang tidak terencana dan penggundulan hutan untuk keperluan pariwisata telah mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Management, deforestasi di Bali telah mencapai lebih dari 20% dalam dua dekade terakhir. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas tanah dan meningkatkan risiko banjir. Bali mengalami penurunan kualitas lingkungan yang signifikan akibat pembangunan infrastruktur pariwisata yang masif. Pembangunan hotel, restoran, dan fasilitas wisata lainnya seringkali dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak ekologisnya.
Kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan pembangunan ekonomi dibandingkan dengan perlindungan lingkungan juga memperburuk situasi. Banyak proyek pembangunan yang tidak mempertimbangkan dampak lingkungan jangka panjang, sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang berujung pada banjir. Dengan demikian, pengelolaan sumber daya alam yang buruk adalah faktor penting yang harus diperhitungkan dalam analisis penyebab banjir di Bali.
Beberapa pihak mungkin berargumen bahwa banjir di Bali lebih disebabkan oleh faktor lokal, seperti kesalahan manusia dalam pengelolaan drainase. Meskipun benar bahwa sistem drainase yang buruk dapat memperburuk situasi, argumen ini mengabaikan konteks yang lebih luas dari perubahan iklim dan pengelolaan sumber daya alam. Bahkan dengan sistem drainase yang optimal, peningkatan curah hujan akibat perubahan iklim tetap akan menyebabkan masalah signifikan.
Sampah yang menumpuk di saluran air, sungai, dan drainase adalah faktor kunci yang menyebabkan banjir. Menurut laporan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, sekitar 60% sampah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik dan berakhir di tempat yang tidak semestinya, termasuk badan air. Ketika hujan turun, saluran yang tersumbat oleh sampah tidak dapat mengalirkan air dengan baik, menyebabkan genangan dan banjir.
Banjir dapat menyebabkan kehilangan jiwa dan kerugian materi yang besar. Banyak keluarga yang kehilangan tempat tinggal dan harta benda akibat banjir. Selain itu, banjir juga dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti meningkatnya risiko penyakit akibat air yang terkontaminasi. Sektor pariwisata, yang merupakan tulang punggung ekonomi Bali, sangat rentan terhadap bencana alam. Banjir dapat mengurangi jumlah wisatawan yang datang, sehingga berdampak pada pendapatan masyarakat yang bergantung pada sektor ini. Selain itu, kerusakan infrastruktur juga memerlukan biaya yang besar untuk perbaikan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan multi-dimensi. Pertama, pendidikan masyarakat tentang pengelolaan sampah yang baik harus ditingkatkan. Kedua, pemerintah daerah perlu meningkatkan infrastruktur pengelolaan sampah, termasuk lebih banyak tempat pembuangan sampah dan sistem daur ulang yang efektif. Ketiga, penegakan hukum terhadap pembuang sampah sembarangan harus diperketat untuk memberikan efek jera.
Banjir di Bali merupakan masalah yang kompleks dan memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Dengan memahami penyebab, dampak, dan pembelajaran dari kejadian banjir, kita dapat merumuskan solusi yang efektif untuk mengurangi risiko di masa depan. Melalui perencanaan yang baik, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, serta kesadaran masyarakat, kita dapat menciptakan Bali yang lebih aman dan berkelanjutan.
Penulis: Teguh Agustiadi dan Rahab (Program Studi Magister Ilmu Lingkungan – Universitas Jenderal Soedirman)