RASIONALIS.COM – Di tengah dinamika global yang semakin multipolar, muncul sebuah gagasan hipotetis: bagaimana jika Korea Utara, Rusia, Tiongkok, Indonesia, India, dan Iran sepakat menata ulang hubungan mereka, bahkan mendeklarasikan diri sebagai semacam “holding peradaban dunia”?
Pertanyaan ini memang terdengar utopis. Namun, membacanya secara analitis memberi ruang refleksi tentang kekuatan geopolitik global, arah kepemimpinan nasional, serta perbedaan fundamental yang membentuk karakter keenam negara tersebut.
Kebangkitan Tiongkok sebagai kekuatan baru, misalnya, membutuhkan sekutu geopolitik yang solid. Indonesia, Rusia, Iran, Korea Utara, India, serta negara-negara di Timur Tengah dan Asia Tengah berpotensi ikut serta dalam proyek Eurasia yang lebih luas. Komposisi yang beragam—dari kekuatan demografi, ekonomi, militer, hingga budaya—akan melahirkan rancangan kebijakan yang berbeda dengan hegemoni Barat yang cenderung unipolar.
Sosok Kepemimpinan dan Karakter Negara
Kim Jong Un & Korea Utara
Memimpin sejak 2011, Kim Jong Un mempertahankan model negara satu-partai yang sangat tersentralisasi. Isolasi internasional akibat program nuklir dan rudal balistik membuat DPRK menempatkan kedaulatan serta stabilitas internal sebagai prioritas utama.
Vladimir Putin & Rusia
Dilantik kembali pada Mei 2024, Putin memperkuat konsolidasi politik dalam negeri dan mempertahankan kebijakan luar negeri yang tegas. Rusia menitikberatkan kekuatan pada energi, militer, serta narasi “kebangkitan Eurasia”.
Xi Jinping & Tiongkok
Xi Jinping memperkuat masa jabatan ketiganya pada 2023, menjadikannya pemimpin paling berpengaruh sejak Mao Zedong. Tiongkok kini berstatus ekonomi terbesar kedua dunia, pusat manufaktur global, serta pemain utama dalam teknologi tinggi. Negara ini juga menjadi kreditur terbesar dunia, melampaui AS, sekaligus melesat dalam pengembangan teknologi digital dan kecerdasan buatan.
Prabowo Subianto & Indonesia
Dilantik sebagai Presiden RI ke-8 pada 20 Oktober 2024, Prabowo menekankan pembangunan SDM, ketahanan pangan, dan pemerataan kesejahteraan. Indonesia adalah demokrasi presidensial, anggota ASEAN, G20, serta anggota baru BRICS. Kekuatan utamanya terletak pada sumber daya alam, sumbu komoditi dunia, posisi maritim strategis, bonus demografi, pasar domestik besar, dan status sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia menghasilkan potensi produsen produk halal dunia.
Masoud Pezeshkian & Iran
Terpilih pada Agustus 2024, Pezeshkian dikenal moderat dibanding pendahulunya. Iran kaya energi, teknologi militer, serta memiliki posisi strategis dalam perdagangan minyak global. Sejak Januari 2024, Iran resmi bergabung ke BRICS, menegaskan orientasi multipolarnya.
Narendra Modi & India
Menjabat sejak 2014 dan kembali terpilih pada 2024, Modi memimpin India dengan kekuatan demografi besar, sektor jasa dan teknologi informasi, farmasi, hingga industri manufaktur. India juga dikenal sebagai kekuatan regional dengan kapasitas militer dan politik yang berpengaruh.
Peluang dan Hambatan Poros Holding Peradaban Dunia
Jika disinergikan, potensi enam negara ini mencakup:
- Energi & sumber daya: Rusia dan Iran sebagai pemasok energi global.
- Industri & teknologi: Tiongkok sebagai pusat manufaktur dan teknologi tinggi.
- Farmasi & jasa: India dengan kapasitas teknologi informasi, farmasi, dan manufaktur.
- Pasar & sumber daya alam: Indonesia dengan kekayaan alam, hutan tropis, jalur sutera rempah dunia, sumbu komiditi dunia , potensi produsen produk halal dunia serta posisi strategis sebagai poros maritim dunia.
- Ketahanan militer: Rusia, Tiongkok, dan Korea Utara dengan kapasitas nuklirnya.
Namun, sejumlah hambatan fundamental tidak bisa diabaikan:
1. Perbedaan sistem politik – mulai dari demokrasi presidensial (Indonesia), sekularisme (India), hingga sistem satu-partai (RRC, DPRK).
2. Keterikatan blok internasional – Indonesia dengan ASEAN, Iran dengan BRICS, sementara Rusia dan Korea Utara menghadapi sanksi internasional.
3. Isu nuklir – hanya tiga negara memiliki senjata nuklir, sedangkan Indonesia tetap konsisten pada prinsip non-nuklir.
4. Kewajiban hukum internasional – masing-masing negara terikat traktat yang berbeda.
Dengan kondisi ini, penyatuan formal menjadi satu komunitas negara jelas tidak realistis. Namun, sinergi ekonomi, teknologi, energi, dan pangan tetap bisa diwujudkan demi kemakmuran bersama dalam bentuk Poros Holding Peradaban
Alternatif Realistis: Holding Peradaban Fungsional
Format yang lebih memungkinkan adalah konfederasi fungsional atau “holding peradaban”, dengan fokus pada isu strategis:
Pilar energi & pangan: barter/kliring komoditas untuk mengurangi ketergantungan pada dolar.
Pilar konektivitas: pembangunan koridor ekonomi lintas Asia, pelabuhan, rel kereta, dan infrastruktur digital.
Pilar riset & teknologi: konsorsium riset AI, energi terbarukan, nuklir sipil, pertahanan, hingga eksplorasi komputer digital raksasa ruang angkasa.
Pilar keuangan: lembaga keuangan bersama dengan denominasi multi-mata uang.
Pilar SDM & budaya: pertukaran pelajar, beasiswa kawasan, pusat riset ilmu pengetahuan, serta pendidikan karakter berbasis kearifan lokal budaya dan keanekaragaman agama
Roadmap Hipotetis
1. Tahun 1: pembentukan task force pangan-energi-logistik.
2. Tahun 2: peluncuran dana proyek bersama untuk pangan, pendidikan, dan kesehatan.
3. Tahun 3: pengembangan koridor ekonomi lintas batas.
4. Tahun 5: pendirian bursa komoditas lintas-mata-uang.
5. Tahun 5+: adopsi “Piagam Peradaban” sebagai payung kerja sama normatif.
Kesimpulan
Gagasan “Poros Holding Peradaban” ( Korea Utara, Rusia, Tiongkok, Indonesia, India dan Iran menjadi kekuatan negara di kawasan asia bukan sekedar dipandang skenario utopis tapi bisa menjadi realitis menata ulang peradaban global. Namun, ia relevan sebagai refleksi geopolitik dan geostrategis, gagasan ini menegaskan bahwa dunia sedang bergerak menuju tatanan multipolar / proyeksi tata dunia multipolar.Keberadaannya sebagai “kekuatan penting yang mendukung multipolarisasi dan mendirikan tatanan internasional yang baru”.Bergerak menuju dunia multipolar yang adil dan demokratik.”
Bentuk kerja sama yang paling mungkin bukanlah penghapusan kedaulatan, melainkan holding peradaban fungsional yang berfokus pada pangan, energi, teknologi, dan konektivitas. Dengan demikian, kelima negara dapat membangun blok alternatif tanpa harus menegasikan sistem politik, perbedaan ideologi, sistem hukum, dan komitmen internasional yang mereka anut.
Semoga Indonesia tetap berada di jalur damai, dengan kepemimpinan yang mampu memperkuat persatuan, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan mengantarkan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.