RASIONALIS.COM – Direktur Eksekutif Ruang Upgrading Indonesia, Muhammad Riyadh Fadild, melontarkan kritik tajam atas terungkapnya praktik pemerasan dan gratifikasi dalam proses perizinan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan. Menurutnya, kasus ini bukan sekadar persoalan uang suap, melainkan bentuk nyata perampokan peluang kerja bagi tenaga kerja lokal Indonesia.
Riyadh menegaskan, walau yang sedang dipermasalahkan adalah proses masuknya tenaga kerja asing, dampak langsung dari skandal ini justru paling terasa bagi pekerja Indonesia sendiri. Ketika izin TKA bisa diperoleh melalui jalur “cepat asal bayar”, maka tenaga kerja asing yang masuk tidak lagi berdasarkan kebutuhan keahlian atau kekosongan posisi yang benar-benar mendesak, melainkan berdasarkan kemampuan mereka atau perusahaannya untuk menyuap.
Inilah yang kemudian membuat pasar tenaga kerja menjadi timpang. Posisi yang seharusnya bisa diisi oleh pekerja dalam negeri yang selama ini telah dibina melalui program pelatihan vokasi, sertifikasi, dan berbagai inisiatif peningkatan kompetensi justru diberikan kepada pihak asing yang datang dengan jalan pintas. Maka, tanpa disadari, sistem ini menyingkirkan warga negara sendiri dari hak dasarnya: bekerja di tanah airnya.
“Ini bukan sekadar korupsi administratif. Ini penghianatan terhadap semangat kemandirian tenaga kerja nasional. Kita berteriak soal upgrading SDM, tapi ternyata yang menang tetap yang menyuap,” ujar Riyadh.
Ia juga menekankan bahwa kasus ini seolah menyampaikan pesan buruk pada generasi muda: bahwa skill dan pendidikan bisa dikalahkan oleh amplop. Sementara negara bersusah payah membangun sumber daya manusia unggul, birokrasi di belakang layar justru menjual akses tenaga kerja kepada pihak luar.
“Jangan salah paham: yang masuk memang TKA. Tapi yang tersingkir diam-diam adalah tenaga kerja lokal. Ini seperti negara yang mengundang tamu tapi menyuruh anaknya sendiri keluar dari rumah.”
Muhammad Riyadh menyerukan agar penyidikan kasus ini tidak berhenti pada delapan tersangka, tetapi juga mengungkap seluruh jaringan dan korporasi yang selama ini menikmati praktik busuk ini. Ia juga mendorong agar sistem perizinan RPTKA direformasi total agar benar-benar transparan, berbasis kebutuhan industri riil, dan berpihak pada pembangunan tenaga kerja Indonesia.