Hari-hari berikutnya jadi lebih sibuk dari biasanya. Fajar dan Danu memutuskan untuk memulai usaha kecil mereka secara informal dulu, sambil menunggu proses izin resmi yang disarankan Abu Fawzi.
Produk pertama yang mereka tawarkan sederhana: bakso frozen homemade, hasil eksperimen mereka di dapur flat mungil itu, dan keripik singkong yang mereka impor lewat teman mahasiswa dari Indonesia. Mereka memanfaatkan grup WhatsApp komunitas mahasiswa Indonesia di Jordan sebagai tempat promosi pertama.
📱 “Assalamu’alaikum teman-teman, kita mulai jual bakso frozen dan keripik khas Nusantara. Pesan lewat WA aja. Bisa antar ke kampus. Terima kasih dukungannya ya 🙏”, begitu pesan singkat yang dikirimkan Danu ke grup.
Responnya? Di luar dugaan, lumayan ramai.
Banyak mahasiswa Indonesia yang rindu cita rasa tanah air langsung memesan. Bahkan beberapa mahasiswa Malaysia yang juga tinggal di Amman ikut tertarik.
🌿 Dukungan Layla
Layla jadi salah satu pembeli pertama. Ia bahkan memesan beberapa bungkus tambahan dan berkata saat bertemu Fajar di kampus:
“Mas Fajar, aku bantu promosikan ke teman-temanku di komunitas mahasiswa asing ya… banyak juga yang penasaran sama kuliner Indonesia.”
Senyumnya tulus. Fajar merasa bersyukur ada orang seperti Layla yang begitu ringan tangan membantu.
💡 Pertemuan mengejutkan dengan Sara
Suatu sore, saat Fajar sedang mengantar pesanan bakso frozen ke area asrama mahasiswa internasional, ia bertemu Sara secara tak terduga.
Sara tersenyum tipis sambil menatap bungkusan bakso di tangan Fajar.
“Kamu sekarang berdagang juga? Hebat… itu artinya kamu tidak hanya belajar teori di kelas.”
Kata-katanya sederhana tapi menohok. Fajar hanya bisa mengangguk sambil berkata, “Saya sedang berusaha bertahan, Sara… hidup rantau begini kan tidak selalu mudah.”
Sara terlihat serius sejenak lalu berkata:
“Aku ingin pesan juga. Aku suka mencoba masakan baru… nanti aku bayar sekalian pinjam buku dari perpustakaan yang pernah kamu rekomendasikan.”
Hati Fajar hangat. Sara bukan hanya menjadi teman sesama mahasiswa sekarang — perlahan ada hubungan baik yang tumbuh, meskipun tetap dalam batas wajar budaya mereka.
🌀 Konflik baru: pedagang lain mulai merasa terganggu
Namun, tidak semua berjalan mulus. Suatu sore, Abu Samir memanggil Fajar dengan wajah agak serius.
“Fajar… ada pedagang Jordan yang protes. Katanya kamu mulai menjual produkmu di sekitar café ini. Mereka merasa tersaingi… kamu harus hati-hati, jangan sampai ada masalah baru.”
Fajar terdiam. Ini pelajaran baru baginya: persaingan usaha di tanah rantau juga punya aturan tak tertulis. Harus pandai-pandai menjaga hubungan baik dengan pedagang lokal.
Abu Samir memberi nasihat bijak:
“Jangan khawatir. Jalani saja perlahan. Fokus dulu pada teman-teman mahasiswa, jangan jualan terlalu dekat sini… tunjukkan bahwa kamu hormat pada pedagang lokal.”
Fajar berterima kasih. Meski ada hambatan, ia merasa didukung oleh orang-orang baik seperti Abu Samir.
🌙 Malamnya di flat
Danu dan Fajar duduk mengobrol sambil menikmati teh mint. Mereka tertawa kecil membaca pesan-pesan WA yang masuk: pesanan bakso frozen makin banyak.
“Bro… kita sudah mulai ya, pelan-pelan,” kata Danu. “Aku bangga banget kita berani ambil langkah ini.”
Fajar memandang ke luar jendela. Langit Amman malam itu cerah sekali. Angin dingin tetap menusuk, tapi kali ini hatinya tidak goyah.
➡️ Perjalanan mereka baru dimulai… dengan semua ujian dan dukungan yang ada, mereka belajar arti sebenarnya dari kata “berjuang”.